Konon
dulunya hiduplah sepasang suami istri yang tinggal di daerah perdesaan.
Tepatnya di Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Mereka membangun pondok kecil
untuk tempat peristirahatan. Di Pondok itulah mereka bertahan hidup selama
bertahun-tahun. Di tempat mereka tinggal terdapat sebuah sungai yang besar dan
cukup panjang. Selama mereka tinggal di desa itu bertahun-tahun tidak ada
seorangpun yang berani melewati sungai tersebut. Konon katanya sungai tersebut
memiliki penunggunya. Maka itulah orang-orang disekitar tidak berani
menyebrangi sungai tersebut. Hanya sepasang suami istri itulah yang memiliki
keberanian dan mampu bertahan hidup menyebrangi sungai tersebut.
Pada suatu hari Pak Kusen dan
istrinya pulang dari acara pernikahan yang sangat jauh dari tempat tinggalnya
dan menyebrangi sungai tersebut tanpa adanya gangguan. Namun pulang dari sana
Pak Kusen menyebrangi sungai tersebut tanpa menunggu istrinya. Setelah Pak
Kusen sampai di tepi sungai istrinya memanggil dan berteriak meminta tolong.
Ternyata kaki sang istri terjerat dan susah untuk dilepaskan. Pak Kusen memberi
tahu kepada istri bahwa ia menginjak lubuk buaya katak. Alangkah senangnya hati
Pak Kusen karena istrinya dapat diselamatkan.
Keesokan harinya kejadian itu
terulang kembali. Istri Pak Kusen menginjak kembali lubuk buaya katak tersebut
dan tidak dapat diselamatkan lagi. Pak Kusen memanggil masyarakat setempat dan
memberi tahu bahwa istrinya telah meninggal dunia. Kejadian tersebut meresahkan
masyarakat karena takut terulang kembali kepada siapa saja yang melewati sungai
itu. Akhirnya sungai itu di bakar oleh masyarakat dan hal itulah yang
menyebabkan kampung tersebut dinamakan Kampung Sungai Angus.